Buku Self-Help

Irzi Ahmad R
7 min readJan 3, 2022

--

Judul bernada personal dengan sub-judul yang menjanjikan jawaban atas pertanyaan hidup tersulit manusia adalah ciri khas dari buku pengembangan diri (self-help) kontemporer

Hidup tidak benar-benar dimulai ketika seseorang menanjaki usia dewasa awal, namun bisa dibilang bahwa bagi sebagian besar orang, usia dewasa awal adalah usia dimana seseorang mulai melepaskan roda ketiga sepedanya, menghadapi ketidakpastian hidup. Penduduk kelas menengah terkenal dengan posisinya yang terhimpit diantara dua kelompok kelas yang lebih mudah terdefinisi, dan hal ini dapat membuat mereka menjadi kebingungan dalam menentukan mimpi apa yang ingin mereka jalani dan langkah-langkah apa yang ingin mereka capai. Spektrum kelas menengah yang bermacam-macam ini juga berkontribusi dalam menggambarkan kecemasan serta keinginan para kelompok dewasa awal ini untuk menjalani hidup yang mereka inginkan. Ironisnya, sering kali beberapa individu masih menggambarkan tujuan tersebut sebagai suatu hal yang abstrak dan luas, meskipun tidak seabstrak. Individu-individu ini berusaha untuk mencari langkah-langkah dalam menanjaki tangga-tangga kehidupan — yang arahnya tidak selalu ke atas, dengan mencari informasi yang paling mudah dan aman untuk diakses, serta memiliki probabilitas yang tinggi dalam mencapai keinginan mereka. Proses ini bukan bersifat searah, atau dua arah, melainkan adalah sebuah interaksi atas berbagai macam variabel yang kita ketahui dan tidak kita ketahui. Celah ini telah dimanfaatkan oleh sebuah industri, dan secara tidak sengaja industri ini telah menggambarkan budaya, keadaan, dan aspirasi masyarakat pada masa-masa tertentu.

Budaya populer

Manusia mempunyai variasi dalam menghadapi tantangan-tantangan di hidupnya. Semakin umum tantangan yang harus dihadapi individu-individu dalam kehidupannya, maka semakin tinggi pula probabilitas individu-individu tersebut untuk saling bertemu dalam proses pencarian sumber daya yang dapat dipakai untuk menghadapi masalah tersebut. Jika kita menciptakan kriteria yang jauh lebih umum, individu dengan budaya, letak geografis, dan kondisi sosial ekonomi yang beragam, namun dalam satu naungan wilayah dan kedaulatan yang sama — seperti Indonesia, akan lebih mungkin untuk dipengaruhi oleh sumber daya yang diberikan, mulai dari tingkatan nasional hingga rumah tangga. Dikarenakan semua tingkatan ini saling terhubung satu sama lain, maka mereka memiliki probabilitas yang lebih tinggi dalam merasakan perasaan yang kurang lebih sama. Berbagai macam hiburan yang dinikmati oleh individu adalah simbolisasi dari rangsangan-rangsangan yang dirasakan oleh manusia; jika hal ini dinikmati secara umum, maka budaya tersebut dapat disebut secara budaya populer.

Polemik dari budaya populer adalah interaksi mereka dengan sistem ekonomi pasar dan birokrasi sebuah negara. Budaya populer dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan untuk menarik perhatian masyarakat, dan institusi pribadi berusaha untuk memproduksi ulang budaya populer untuk menyesuaikan diri dengan permintaan masyarakat. Pemerintahan juga mengambil andil dalam regulasi budaya populer, dengan menghadirkan institusi-institusi untuk menyaring agar budaya populer ini sesuai dengan apa yang suatu pemerintahan harapkan terhadap masyarakatnya. Interaksi dinamis antara kedua hal ini — dan juga hal lainnya — menyebabkan peningkatan probabilitas antara paparan masyarakat dengan budaya populer. Dan pada akhirnya, hal ini dapat dihubungkan dengan aspirasi masyarakat; apa yang mereka inginkan, dan apakah mereka benar-benar menginginkan apa yang mereka ingin?

Kegagalan kelas menengah dalam mencapai sebuah konsensus dalam kesuksesan

Budaya populer memiliki andil dalam membentuk atau menggambarkan keadaan politik, sosial, dan budaya suatu tempat pada masa tertentu. Jika kita melakukan telaah terhadap rangkaian hidup kita, kita akan menyadari bahwa budaya populer telah melekat pada konsep diri dan lingkungan di sekitar kita. Ketika individu memasuki masa dewasa awal, individu sedang mengalami transisi menuju kehidupan yang lebih mandiri, menggunakan sumber daya di sekitar mereka untuk tujuan yang lebih dekat pada kebutuhan dasar hidup mereka. Tujuan hidup manusia alaminya semakin mengerucut dari abstrak hingga realistis dan terstruktur. Perbedaan antara abstrak dan realistis dapat kita hubungkan terhadap meningkatnya tanggung jawab kita untuk mengelola kebutuhan-kebutuhan dasar diri kita sendiri. Pada akhirnya, usaha-usaha manusia untuk menaiki tangga menuju kesuksesan — yang biasanya dihubungkan dengan persepsi akan terpenuhinya kebutuhan alamiah, sekunder, dan/atau tersier di masa depan — dapat membuat mereka bertabrakan dalam proses pencarian sumber daya ini. Kebermanfaatan sumber daya ini dapat menyebar ke orang lain yang membutuhkan, dan penyebaran ini terjadi secara eksponensial. Sumber daya yang dicari menjelma menjadi budaya populer (ingat self-love, growth mindset, gaslighting, atau toxic relationship?)

Sumber-sumber daya ini sering kali menuai pro dan kontra. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konstruk dari sumber daya tersebut yang membingungkan. Self-love bisa berarti banyak hal; mengesampingkan orang lain demi kebaikan diri sendiri, mencintai kelebihan dan kekurangan kita sebagai manusia, menjadi rapuh dan terbuka pada orang lain, dan lain-lain. Ini adalah konsekuensi dari tendensi manusia untuk mendapatkan jawaban praktis dari tantangan yang mereka hadapi di dunia ini. Individu dewasa awal dalam spektrum kelas menengah, dengan kebingungannya untuk menentukan tujuan hidup mereka secara spesifik, semakin mengaburkan tujuan mereka dengan mencari sumber daya yang notabenenya menghasilkan jawaban yang sama kaburnya, serta bertabrakan dengan orang-orang yang memiliki aspirasi yang berbeda. Dan pada akhirnya, usaha individu-individu ini untuk menyelami realisme dunia orang dewasa ironisnya malah menjaga kabur dan abstraknya definisi kesuksesan mereka.

Heuristik dan pencarian jawaban dari pertanyaan “mengapa”

(Man, 23 years old): People often talk about IQ, but there is also the same thing, intelligence, on the emotional level. And [in the book], the authors explain that someone who uses their emotions intelligently can succeed better in life than someone with a high IQ. So, there’s a slightly scientific aspect in that. (Marquis, 2019)

Secara alamiah, individu-individu yang tidak menjajaki dunia ilmiah akan mempunyai toleransi ketidakpastian yang lebih kecil dari pada ilmuan, yang sudah terlatih untuk meragukan jawaban-jawaban instan dan mencari mekanisme hubungan-hubungan yang tidak ada batasnya dalam menentukan jawaban tersebut. Hakikat ilmu pengetahuan adalah mendekati kepastian terhadap suatu jawaban, tanpa akan pernah mencapai hal tersebut. Seorang ilmuan yang terlatih dapat meragukan bukti-bukti yang tertera di atas. Yang pertama, sebagian besar konstruk psikologi belum mencapai konsensus yang universal. Konsep dari kecerdasan emosional (emotional intelligence) masih diperdebatkan, serta sub-konstruknya merupakan konsep lain yang sudah pernah diteliti sebelumnya. Hubungan kausalitas antara emotional intelligence dengan kesuksesan belum bisa ditentukan dengan mudah, sama seperti hubungan kausalitas antara berbagai macam variabel independen dan dependen lainnya — hal ini juga meliputi ilmu-ilmu seperti fisika, dimana proses pengukuran suatu hal dapat memengaruhi hal yang diukur.

Manusia cenderung ingin mencapai suatu jawaban praktis yang secara turun temurun terbilang efektif dalam menyelesaikan masalah, yang biasanya disebut dengan heuristik. Seorang pendukung sepak bola pada umumnya tidak mencari alasan dari kekalahan tim kesayangannya dengan mempelajari kinesiologi, atau membuat sebuah model berdasarkan pergerakan partikel untuk mengetahui penguasaan celah, atau mempelajari tentang kebudayaan negaranya, atau mempelajari tentang bagaimana pemain harus kembali ke struktur secara cepat untuk menjaga agar tidak kebobolan pada transisi. Mereka biasanya jatuh ke suatu kesimpulan secara cepat dan berbentuk singkat, seperti mengambing hitamkan seorang pemain, atau menyalahkan fisik, atau keputusan pelatih, atau keahlian, atau wasit. Mencari jawaban secara holistik tidak efisien, serta membutuhkan sumber daya yang banyak.

Rangkulan dari lengan panjang buku self-help

Buku dari Beth Blum, The Self-Help Compulsion: Searching for Advice in Modern Literature menjelaskan tentang tergesa-gesanya kelompok akademisi dalam mengesampingkan buku pengembangan diri (self-help) sebagai salah satu konsekuensi dari neoliberalisme, serta bagaimana buku self-help sendiri dapat menjelaskan tentang bagaimana dan mengapa orang membaca. Buku self-help telah berubah dari moralitas menuju moral, pemantik semangat kolektif menjadi individualisme yang kompetitif. Dari temanya yang pada tahun 1930-an didominasi oleh tema “bagaimana-caranya”, peminjaman setengah jadi dari budaya Timur pada tahun 1960-an, hingga sekarang, berusaha menarik peminatnya dengan menggunakan sumpah serapah atau meminjam hasil karya dari tokoh sejarah atau filsuf dan mengubahnya menjadi sebuah simposium mengenai arti hidup, budaya populer selalu merefleksikan dirinya melalui buku self-help. Penduduk Amerika Serikat pada tahun 1930-an berusaha bangkit dari Depresi Besar dan dengan bantuan dari New Deal, mereka sedang menanjak menuju awal baru yang penuh dengan peluang dan ketidakpastian, sebuah media yang tepat untuk buku self-help dengan “bagaimana-caranya”; pada tahun 1960-an, kontra-kebudayaan (counterculture) menunjukkan sinisme dan pembangkangan pemuda Amerika terhadap budaya tradisional dan kebijakan politik Amerika Serikat dan rangkulan terhadap ide-ide dari Timur (yang tentunya mengalami komersialisasi dan westernisasi); dan pada masa kontemporer, di mana media sosial sudah mencapai titik puncak (atau nadirnya), berada pada ambang batas antara keterbukaan serta perpecahan yang dapat dan tidak dapat dijustifikasi, serta pandemi COVID-19 yang semakin mengaburkan jalan pencarian jati diri dari individu dewasa awal di seluruh dunia.

Buku self-help memiliki karakteristik dari sepak bola, dongeng, maupun berbagai magnum opus yang tersebar sepanjang sejarah umat manusia; ia memiliki kemampuan untuk menggambarkan budaya dan keadaan sebuah negara atau masa. Buku self-help mengincar jawaban cepat dari kebutuhan-kebutuhan paling mendasar manusia — yang ditentukan oleh keadaan-keadaan yang meliputi mereka, dan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh buku ini merupakan gambaran dari apa yang umumnya masyarakat inginkan. Individu-individu kelas menengah — terutama di daerah yang mendekati atau memiliki relasi erat dengan pusat negara, lebih terpapar dengan globalisasi. Getaran sosial serta budaya dari negara lain (umumnya pusat ekonomi dunia) semakin terasa di berbagai macam negara, dan tantangan-tantangan yang dialami oleh orang-orang dalam ruang lingkup sosial budaya yang berbeda semakin melebur dengan tantangan-tantangan yang dialami oleh individu dewasa awal. Buku-buku self-help semakin melebarkan sayapnya; konten dari buku self-help sendiri sarat akan heuristik, sehingga umumnya pesan dari buku tersebut memiliki permeabilitas yang tinggi dan mampu diterapkan secara fleksibel oleh budaya-budaya lain. Salah satu tempat dimana buku self-help memiliki peran yang sangat penting adalah di bagian Karibia:

Buku self-help memiliki sejarah yang panjang dan telah menjadi solusi praktikal bagi banyak keluarga dengan pendapatan rendah di Karibia, terutama Trinidad dan Tobago (…) definisi self-help di Karibia dan Utara Dunia memiliki beberapa elemen yang sama, seperti visi kemandirian, usaha keras, dan penghargaan terhadap diri sendiri. Pemahaman tradisional dari penduduk lokal terhadap self-help dan definisi yang lebih kontemporer serta transnasional saling bertemu disini dan di daerah lain.

Buku self-help merangkul masyarakat yang dengan cara mereka tersendiri; mereka terjelma dari keinginan terbesar masyarakat pada saat itu. Buku yang sering kali menjadi bulan-bulanan akademisi telah melakukan hal yang sebagian besar akademisi itu sendiri tidak bisa lakukan, yaitu menarik perhatian dari spektrum-spektrum masyarakat yang sangat beragam. Dan individu dewasa awal yang berada di kelas menengah merupakan ladang emas bagi industri buku self-help; kebingungan, terhubung, dan membutuhkan jawaban yang praktis.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

No responses yet

Write a response